HERE COMES THE DAY (DAY #2 - PANGGIH & RESEPSI) - Part 4


Alhamdulillah acara akad nikah sudah berlangsung dengan lancar, aman, tentram, adil, makmur (lah?). Kalau di adat Jogja Keraton aslinya, saat mas CPP selesai mengucapkan ijab kabul, mbak CPW tidak langsung menemui mas CPP dan duduk bersebelahan begitu saja. Tetapi harus melewati satu prosesi terlebih dulu yang disebut prosesi panggih. Tetapi karena situasi dan kondisi yang ngga memungkinkan untuk melakukan panggih di masjid, jadi upacara panggih versi saya dan masnya dilakukan tepat sebelum acara resepsi dimulai.
Kalau diartikan ke dalam bahasa Indonesia, panggih artinya bertemu, kalau diartikan secara umum maksudnya adalah pertemuan mempelai pria dan wanita setelah acara akad nikah dimana sudah sah sebagai suami istri. Dalam upacara panggih ini terdapat beberapa rangkaian acara, diawali dengan penyerahan pisang sanggan dari pihak mempelai pria kepada mempelai wanita. 
Selanjutnya dilakukan balangan gantal atau melempar sirih. Prosesi ini melambangkan pertemuan jodoh antara kedua mempelai yang kemudian saling melempar cinta (berupa gulungan daun sirih) diantara keduanya. 


Prosesi Balangan gantal

Prosesi selanjutnya adalah wijikan atau mencuci kaki sang mempelai pria yang dilakukan oleh mempelai wanita, ini merupakan simbol pengabdian seorang istri terhadap suaminya dan setelah selesai sang suami membantu sang istri berdiri yang merupakan wujud simbol perlindungan seorang suami kepada istrinya.
Selanjutnya perias menyentuhkan telur ayam mentah pada dahi masing-masing mempelai yang kemudian telur tersebut dibanting sampai pecah. Telur disni bermakna suatu benih yang baik dan menempelkan telur di dahi kedua mempelai sebagai harapan bahwa segala persoalan dalam rumah tangga dapat diselesaikan bersama-sama, dua pikiran menjadi satu akan menghasilkan keputusan yang bijaksana. Disinilah perbedaan antara adat Jogja dan Solo. Jika menggunakan adat Solo, sebelumnya mempelai pria melakukan prosesi injak telur yang kemudian dicuci kakinya oleh mempelai wanita.


Prosesi wijikan atau mencuci kaki

Prosesi pecah telur

Prosesi selanjutnya adalah kacar-kucur, yaitu secara simbolis mempelai pria mengucurkan uang koin dan biji-bijian yang diterima oleh mempelai wanita di selembar kain dan diusahakan jangan sampai tercecer. Prosesi ini bermakna bahwa nantinya sang suami bertanggung jawab untuk menafkahi istri dan keluarganya dan seorang istri harus mengelolanya dengan cermat agar tidak boros (tercecer) dan semua kebutuhan bisa terpenuhi. Selanjutnya kain diikat dan diserahkan kepada ibu dari mempelai wanita sebagai simbol syukur atas rejeki yang diterima.
Prosesi selanjutnya adalah dhahar klimah, yaitu mempelai pria membuat tiga kepalan nasi kecil beserta lauknya yang kemudian dimakan oleh mempelai wanita (masnya cuma ngeliatin sambil nelen ludah aja, kasian, hehe).   


Kacar-kucur dan dhahar klimah
Prosesi panggih kemudian ditutup dengan sungkeman, ini melambangkan sebuah bakti dan tanda hormat seorang anak atas kasih sayang dan pengorbanan orang tua dalam mendidik dan membesarkannya, sekaligus meminta maaf atas kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat dan juga meminta doa restu untuk kehidupan barunya dalam berumah tangga. 

Sungkeman

Setelah semua prosesi panggih selesai, kami turun lagi dari pelaminan dan bersiap-siap untuk kirab. Biasanya pada adat Jawa umumnya, barisan kirab paling depan dituntun oleh cucuk lampah, satu orang laki-laki yang melangkah pelan dengan gerak tari mengikuti irama gamelan.  Tetapi pada prosesi Keraton Jogja, prosesi kirab dibuka oleh edan-edanan. Dengan dandanan seperti orang edan (gila) sambil membawa semua alat pembersih rumah, mereka membersihkan seluruh area kirab sampai ke pelaminan. Hal ini bermakna untuk monolak bala dan menghilangkan hawa buruk agar acara resepsi berlangsung dengan lancar tanpa adanya gangguan. Setelah (ceritanya) semua area sudah bersih, penari edan-edanan kembali lagi untuk menjemput rombongan kirab. 
Edan-edanan
Dan acara resepsi pun berjalan lancar. Terima kasih banyak untuk pakde, bude, oom, tante, mas, mbak, aa', teteh dan semua orang yang terlibat dalam seluruh rangkaian acara pernikahan kami. Tidak menggunakan wedding organizer bukan suatu keputusan yang salah, karena kami punya banyak keluarga dan teman yang siap membantu dalam mensukseskan acara ini. I am a control freak, but unfortunately I can't control everything. And fortunately, I have a big family that make everything undercontrol.
Well, inti pernikahan bukanlah acara sehari dua hari ini saja, tetapi acara untuk seumur hidup. Dan bukan hanya acara bagi pengantin pria dan wanita, tetapi acara bagi semua keluarga besar pihak pengantin pria dan wanita. 
I'm glad I found the right one. Alhamdulillah and Bismillah for the new life! :) 

 

No comments:

Post a Comment